Lahan basah d Desa Tungkaran Kecamatan Martapura Kabupaten Banjar terletak pada koordinat 3023’55,7” S, 114 49’32,5” E. Kita ketahui bahwa lahan basah adalah lahan yang secara alami atau buatan selalu tergenang, baik secara terus menerus ataupun musiman, dengan air yang diam ataupun yang mengalir. Air yang menggenangi lahan basah dapat berupa air tawar, payau dan asin. Lahan basah merupakan ekosistem yang produktif yang banyak memberikan manfaat bagi manusia. Di
Saya dan teman-teman mahasiswa Farmasi FMIPA UNLAM melakukan observasi mengenai lahan basah yang ada d daerah tungkaran tersebut sebagai tugas mata kuliah Pengenalan Lingkungan Lahan Basah semester genap 2008/2009 pada hari Kamis,12 Maret 2009. Kami menempuh perjalanan yang cukup jauh untuk sampai ke daerah lahan basah tersebut. Ketika sampai di
Enceng gondok (Eichonia
crassipe)
Eceng gondok menjadi vegetasi yang dominan di daerah lahan basah ini karena kemampuan adaptasi dan kemampuan pertumbuhan yang cepat. Eceng gondok dapat berfungsi untuk menjadi penyerap polutan yang bagus, sehingga air yang dihasilkan dari kolam khusus yang ditanami eceng gondok itu tidak mencemari lingkungan. Penelitian menunjukan bahwa tanaman eceng gondok banyak mengandung asam humat. Senyawa itu menghasilkan fitohormon yang mampu mempercepat pertumbuhan akar tanaman. Selain itu eceng gondok juga mengandung asam sianida, triterpenoid, alkaloid dan kaya kalsium.
Purun tikus (Eleocharis dulcis) Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak purun tikus (Eleocharis dulcis) yang tertinggi menarik imago penggerek batang untuk meletakkan telurnya kemudian sebagai urutan kedua adalah ekstrak gulma perupuk (Phragmites karka), kedua jenis gulma ini berpotensi sebagai attraktan bagi penggerek batang padi. Sedangkan bahan yang digunakan dalam pembuatan ekstrak tersebut adalah dalam bentuk gulma yang segar dan juga berfungsi sebagai vegetasi Indikator untuk tanah sulfat asam.
Rumput Teki (Cyperus rotundus / C. tuberosus)
Indonesia : Rumput Teki / Mota / Koreha wai / Rukut teki / Rukut wuta
Kandungan Kimia akar teki mengandung alkaloid, glikosida jantung, flavonoid dan minyak menguap sebanyak 0,3-1% yang isinya bervariasi, tergantung daerah asal tumbuhnya.
Bagian yang digunakan di pakai sebagai obat adalah umbinya (rimpang). Kegunaannya antara lain sebagai obat kuat, obat sakit perut, obat untuk memperlancar kencing, obat cacingan, obat peluruh serta pengatur haid, sebagai air pencuci anti keringat, dalam bentuk air rebusan sebagai obat untuk penyakit mulut (obat kumuran), obat sakit gigi (akar tongkat dimamah atau sebagai bubuk), dan untuk obat borok. Di daerah Jawa, Akar Teki digunakan sebagai obat kecut (anti kejang) terhadap sakit mencret.
Kelakai
Tumbuhan kelakai yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan. Salah satu khasiatnya untuk mengobati anemia, mencegah penuaan dini, sakit kulit, dan pereda demam. Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa kandungan zat bioaktif kelakai di daun adalah flavonoid sebesar 1,750 persen, streroid sebesar 1,650 persen, dan alkaloid sebesar 1,085 persen. Sementara di batang, ternyata kalakai mengandung flavonoid sebesar 3,010 persen, steroid sebesar 2,583 persen dan alkaloid sebesar 3,817 persen. Juga tumbuhan Enceng Gondok yang sebenarnya bukan hanya sebagai tumbuhan liar tapi juga dapat mengurangi polutan logam berat. Selain itu dapat memberikan nilai ekonomis terhadap warga sekitar sebagai bahan kerajinan tangan dan merupakan salah satu bahan dasar pembuatan biogas. Namun sayang warga tidak menguasai teknologi sehingga sumber daya alam tidak dapat dimaksimalkan.
Disekitar pinggiran jalan raya banyak warga yang memancing ikan, ternyata didaerah yang penuh tanaman enceng gondok ini banyak juga terdapat ikan ikan air tawar seperti ikan haruan dan papuyu (jenis ikan dalam bahasa banjar). Menurut cerita seorang warga setempat disana juga pernah terdapat buaya,mungkin sampai sekarang pun masih ada tetapi buaya tersebut hidup didaerah yang jauh akan pemukiman penduduk agar habitatnya tidak terganggu.
Selain itu, sebagai orang yang akan terjun ke masyarakat terutama di bidang kesehatan. Saya dan lainnya juga berpikir mengenai penyakit apa yang mungkin terjadi pada masyarakat di daerah tersebut. Di daerah lahan basah penyakit yang pada umumnya diderita oleh penduduk sekitar didapati adalah, Demam berdarah, diare dan disentri, berikut adalah cara penggunaannya jambu biji tersebut Demam berdarah dengue (DBD) Obat dari bahan alamnya antara lain Jambu biji matang dan mengkal 3 buah dicuci bersih. Jambu yang sudah matang diblender sampai halus lalu disaring sehingga diperoleh jus jambu biji. Jus jambu biji diminum tiga kali sehari sampai DBD sembuh. Buah yang mengkal dimakan langsung bersama kulitnya. Biji buah tidak perlu ikut dimakan. Diare Obat alaminya berupa Daun jambu biji 30 gr ditambah segenggam tepung beras direbus dengan 1-2 gelas air. Larutan diminum 2 kali sehari. Disentri Obatnya dapat dari akar daun jambu biji s dan daun jambunya Potong-potong akar dan daun, cuci bersih, lalu rebus dengan air secukupnya selama 20 menit pada suhu 90 derajat Celsius. Saring air rebusan lalu minum secukupnya secara teratur sampai keluhan hilang. Dari hasil observasi, dapat disimpulkan bahwa lahan basah tungkaran belum dikelola dengan baik , ada sebagian kecil warga yang menanam padi tetapi hanya dalam jumlah kecil saja selain itu dipinggiran jalan yang saya lewati banyak tumpukan tumpukan sampah yang membuat polusi daerah sekitar, seandainya wilayah yang sudah berpenghuni in dikelola dengan baik mungkin akan meningkatkan pendapatan warga setempat, selain itu pemerintah juga harus memperhatikan daerah ini agar daerah Tungkaran yang indah ini tidak hanya menjadi lahan tidur saja.
Semoga bermanfaat.........
Hidup mahasiswa.............!!!
0 Komentar