Biografi Fauzan Abidin

Begitu seNang dan riaNg hati athiya ketika mendapat tugas mata Pelajaran bahasa Indonesia dari Pak DaLhar (sang guru bahasa Indonesia athiya waktu SMA yg sangat athiya kagumi dan sayangi..Ckckckckck) untuk membuat biografi...Tak sabar rasanya ingin membuat biografi seseorang yang paling berarti dan sosok pahlawan dalam hidupku,,yaitu "Fauzan Abidin"...Dia adaLah ayahku tercinta.. INi dia biografinya..... Pada Selasa, 4 Oktober 1955 (16 Safar 1375 H) jam 3.30 di kota Intan Martapura tepatnya di Desa Pasayangan, lahirlah seorang bayi laki-laki sebagai anak pertama dari pasangan Almarhum Abdul Aziz dan Hj. Siti Fatimah Ghani serta sebagai cucu pertama dari Almarhum H. Anang Ghani. Bayi laki-laki itu diberi nama Fauzan Abidin, yang dalam Bahasa Arab berarti ahli ibadah yang beruntung. Nama tersebut diberikan oleh kakeknya yang bernama Almarhum Abdul Yusuf. Izan, itu nama panggilan akrab dari keluarga dan teman-temannya sejak beliau masih kecil. Izan hidup di dalam sebuah keluarga besar. Izan hidup bersama dengan orangtua dan tiga orang adiknya, Fatia Azizah, Fitria Anidah, dan Almarhum Rudi Rosyadi. Rumah orangtua Izan satu dapur dengan rumah kakeknya. Sehingga, Izan cukup dekat dekat dengan kakek, nenek, dan saudara-saudara ibunya. Apalagi umur Izan sebaya dengan adik ibunya yang ke-6 dan yang ke-7. Sejak kecil Izan sudah dididik tentang agama Islam. Ibunya mendidiknya cukup keras dan ibunya selalu mengajarkan bagaimana kerja keras dan susahnya hidup itu. Ibunya tidak mau memanjakannya. Sejak tahun 1960 Izan bersekolah di Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Martapura. Setiap pagi Izan pergi ke sekolah untuk belajar, sorenya bermain seperti layaknya anak-anak, dan malamnya belajar mengaji di rumah tetangganya yang seorang guru ngaji. Tetapi waktu bermain Izan pun sering hilang karena ia membantu ibunya menjaga adik-adiknya. Bahkan, tidak jarang ia disuruh menjagakan saudara-saudara sepupunya. Maklum, Izan adalah yang paling tua diantara saudara-saudaranya sendiri dan diantara saudara-saudara sepupunya. Pada tahun 1966 Izan tamat dari Madrasah Ibtidaiyah dan melanjutkan ke sekolah PGA Muhammadiyah Martapura. Di usia yang beranjak remaja ini, Izan ditinggal pergi oleh ayahnya untuk selama-lamanya. Sejak ditinggal oleh ayahnya, Izan lah yang menjadi panutan adik-adiknya yang masih kecil. Sejak ayahnya meninggal Izan menjadi lebih dekat dengan kakeknya. Setelah tamat dari PGA Muhammadiyah pada tahun 1970, Izan melanjutkan ke Madrasah Aliyah. Di usia yang beranjak dewasa ini, Izan sudah mulai berusaha untuk mencari uang sendiri paling tidak untuk uang sekolahnya sendiri. Setiap sore hari, Izan pergi bertani ke sawah kakeknya bersama dengan dua orang saudara ibunya yang sebaya dengannya, yaitu Syaiful dan Tantawi. Mereka pergi bertani atas perintah kakeknya. Kakeknya berkata, “Kalian harus belajar bertani. Hitung-hitung persiapan apabila nanti kalian tidak menjadi orang yang berhasil. Jadi, kalian bisa bertani di sawah warisanku ini untuk menghidupi anak dan istri kalian nanti.” Pada tahun 1972, Izan tamat dari Madrasah Aliyah. Izan ingin sekali melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah. Tapi Izan sadar bahwa ayahnya sudah tiada dan ibunya tidak bekerja. Ia pun tidak mau jika harus terus merepotkan kakeknya. Tapi atas niat yang kuat dan dorongan dari kakeknya, akhirnya Izan melanjutkan ke bangku kuliah. Izan melanjutkan ke IAIN Antasari Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam. Pada tahun 1978, Izan diangkat menjadi guru di Madrasah Tsanawiyah Muhammadiyah Martapura. Ia juga pernah menjadi guru di Sekolah Menengah Islam Hidayatullah Martapura, MAN 1 Martapura (Gambut), dan MAN 2 Martapura. Pada tahun 2002, Izan diangkat menjadi kepala sekolah di Madrasah Aliyah Pangeran Antasari Martapura, kemudian menjadi kepala sekolah MAN 2 Martapura. Dan sekarang beliau menjadi kepala sekolah MAN 4 Martapura (Astambul). Selain menjadi seorang pendidik, beliau juga sering diminta untuk mengisi ceramah agama dan menulis artikel tentang masalah agama di koran. Sejak masih muda sampai sekarang beliau masih suka aktif di bebagai organisasi. Beliau pernah ikut organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII), Karang Taruna, Pemuda Muhammadiyah, AMPI (Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia), KNPI, dan lain sebagainya. Dan sampai sekarang beliau masih aktif di organisasi Muhammadiyah. Pada 15 Juli 1984 (16 Syawal 1404 H) di Martapura beliau menyunting seorang gadis yang tidak lain adalah muridnya sendiri. Gadis itu bernama Siti Mahdiyah. Mereka dikaruniai tiga orang putra (Muhammad Rasyid Ridha, Muhammad Fikri Aulia, dan Zubairi Yahya) dan tiga orang putri (Khairun Athiya, Nada Fajriyati, dan Zaida Hayati). Beliau bersama keluarganya tinggal di sebuah rumah sederhana di Jalan Pendidikan Sungai Pering Martapura yang dihuni mulai 4 Desember 1989 sampai sekarang. Beliau selalu berusaha agar putra-putri beliau kelak menjadi orang yang sukses dan berguna bagi keluarga, bangsa, dan agama. Orang yang dirasa beliau paling berperan dalam hidup beliau adalah ibu dan kakek beliau. Juga istri dan anak-anak beliau yang selalu mendukung beliau. Prinsip yang digunakan dalam hidup beliau adalah sesuai dengan doa Rabbana Atina Fiddunya Hasanah Wa Fil Akhirati Hasanah Wa Qina Aza Bannar. Dan beliau selalu berusaha untuk melaksanakan tugas dan kewajiban dengan baik, menjalankan ibadah, dan jalin silaturrahmi. Beliau berharap agar putra-putri beliau dan seluruh penerus bangsa Indonesia dan penerus agama Islam tetap berpegang teguh pada ajaran agama dan tetat cinta tanah air.

Posting Komentar

1 Komentar